Rabu, 29 Desember 2010

HAKIKAT ILMU, HUKUM MENUNTUT ILMU, DAN KEUTAMAANNYA

Rosulullah saw bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi muslim dan muslimah”. Perlu diketahui bahwa kewajiban menuntut ilmu bagi muslim dan muslimah ini tidak untuk sembarang ilmu, tetapi terbatas pada ilmu agama dan ilmu yang menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama manusia. Sehingga ada yang berkata, “Ilmu yang paling utama ialah Ilmu Hal, dan perbuatan yang paling mulia adalah menjaga perilaku”. Yang damaksud ilmu hal adalah ilmu agama Islam, misalnya ilmu Sholat. Karena setiap orang Islam wajib mengerjakan sholat, maka mereka wajib mengetahui rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya sholat, supaya dapat melaksanakan kewajiban sholat dengan sempurna.
          Setiap orang Islam wajib mempelajari/mengetahui rukun maupun syarat amalan ibadah yang akan dikerjakannya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari wasilah/perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama adalah sebagian wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama, maka mempelajari ilmu agama hukumnya wajib, misalnya ilmu tentang puasa, zakat bila berharta, haji jika sudah mampu, dan ilmu tentang jual beli jika berdagang.
          Muhammad bin Al-Hasan pernah ditanya mengapa beliau tidak menyusun kitab tentang zuhud, beliau menjawab, “Aku telah mengarang sebuah kitab tentang jual beli”. Maksud beliau adalah yang dikatakan zuhud ialah menjaga diri dari hal-hal yang syubhat(tidak jelas halal haramnya) dalam berdagang. Setiap orang yang berkecimpung di dunia perdagangan wajib mengetahui tata cara berdagang dalam Islam supaya dapat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan. Setiap orang Islam juga harus mengetahui ilmu-ilmu yang berkaitan dengan batin atau hati, misalnya tawakal, tobat, takut kepada Allah SWT dan ridho. Sebab semua itu terjadi pada segala keadaan.
          Tidak ada seorang pun yang meragukan akan pentingnya ilmu pengetahuan, karena ilmu itu khusus hanya dimiliki oleh umat manusia. Adapun selain ilmu, itu bisa dimiliki manusia dan bisa juga dimiliki binatang. Dengan ilmu pengetahuan Allah SWT mengangkat derajat Nabi Adam a.s di atas para malaikat. Oleh karena itu, malaikat diperintah oleh Allah SWT agar bersujud kepada Nabi Adam a.s.
          Ilmu itu sangat penting, karena ilmu sebagai perantara (sarana) untuk bertaqwa. Dengan taqwa inilah manusia menerima kedudukan terhormat di sisi Allah SWT dan keuntungan yang abadi, sebagaimana dikatakan oleh Muhammad bin Al-Hasan bin Abdullah dalam syairnya : “Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna”. Belajarlah ilmu agama, karena ilmu agama adalah ilmu yang paling unggul, ilmu yang dapat membimbing menuju kebaikan dan taqwa, ilmu paling lurus untuk dipelajari. Dialah ilmu yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yakni jalan petunjuk. Tuhan yang dapat menyelamatkan manusia dari segala keresahan. Oleh karena itu, orang yang ahli ilmu agama dan bersifat wara’ lebih berat bagi syaithan dari pada menggoda seribu orang ahli ibadah, tetapi bodoh.
          Setiap orang Islam juga wajib mengetahui /mempelajari akhlak yang terpuji dan yang tercela, seperti watak murah hati, kikir, penakut, pemberani, rendah diri, congkak, menjaga diri dari keburukan, israf (berlebihan), bakhil (terlalu hemat) dan sebagainya. Sifat sombong, kikir, penakut, dan israf hukumnya adalah haram. Dan kita tidak mungkin bisa terhindar dari sifat-sifat itu tanpa mengetahui kriteria sifat-sifat tersebut serta mengetahui cara menghilangkannya. Oleh karena itu, setiap orang Islam wajib mengetahuinya.
          Adapun mempelajari amalan agam yang dikerjakan pada saat-saat tertentu seperti sholat jenazah dan lain-lain, itu hukumnya fadhu kifayah. Jika di suatu daerah sudah ada yang mempelajari ilmu tersebut, maka yang lain bebas dari kewajiban. Tetapi, bila di satu daerah tak ada seorang pun yang mempelajarinya, maka semua penduduk daerah itu berdosa. Oleh karena itu, pemerintah wajib menyuruh rakyatnya supaya belajar ilmu yang hukumnya fardhu kifayah tersebut. Pemerintah berhak memaksa mereka untuk melaksanakannya.
          Dikatakan bahwa mengetahui/mempelajari amalan ibadah yang hukumnya fardhu ‘ain itu ibarat makanan yang dibutuhkan setiap orang, sedangkan mempelajari amalan yang hukumnya fardhu kifayah, itu ibarat obat, yang mana tidak dibutuhkan oleh setiap orang dan penggunaannya pun pada waktu-waktu tertentu. Sedangkan mempelajari ilmu nujum (ilmu perbintangan yang dihubungkan dengan nasib manusia) itu hukumnya haram, karena ia diibaratkan sebagai penyakit yang sangat membahayakan, dan mempelajari ilmu nujum itu hanyalah sis-sia belaka karena ia tidak bisa menyelamatkan seseorang dari takdir Tuhan.
          Oleh karena itu,  yang dihubungkan dengan nasib manusia) itu hukumnya haram, karena ia diibaratkan sebagai penyakit yang sangat membahayakan, dan mempelajari ilmu nujum itu hanyalah sis-sia belaka karena ia tidak bisa menyelamatkan seseorang dari takdir Tuhan.
          Oleh karena itu, setiap orang Islam wajib mengisi seluruh waktunya dengan berdzikir kepada Allah SWT, berdo’a, memohon seraya merendahkan diri kepada-Nya, membaca Al-Qur’an, dan bersedekah supaya terhindar dari mara bahaya.
          Boleh mempelajari ilmu nujum (ilmu falak) untuk mengetahui arah kiblat dan waktu-waktu sholat. Boleh pula mempelajari ilmu kedokteran, karena ia merupakan usaha penyembuhan yang tidak ada hubungannya dengan sihir, jimat, tenung, dan sebagainya. Karena Nabi saw juga pernah berobat.
          Imam Syafi’i Rahimahullah berkata, “Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu fiqih untuk mengetahui hukum agama dan ilmu kedoteran untuk memelihara badan”.
          Ilmu tafsir ialah Ilmu yang digunakan untuk menafsir/menyingkap ayat-ayat Al-Qur’an dengan sempurna. Dengan ilmu tafsir, seseorang mampu mengungkap/mengetahui maksud ayat-ayat Al-Qur’an. Sedangkan ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum-hukum agama secara rinci. Abu Hanifah Rahmatullahi Ta’ala berkata, “Ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui mana yang berguna bagi seseorang dan mana yang membahayakannya”. Beliau juga berkata, “Tidak ada ilmu kecuali yang diamalkan, sedangakan mengamalkannya berarti meninggalkan dunia untuk meraih kebahagiaan akhirat”.
          Oleh karena itu, setiap orang Islam hendaknya tidak melupakan hal-hal yang bermanfaat dan yang membahayakan dirinya di dunia dan akhirat. Oleh karena itu dia harus belajar ilmu yang bermanfaat dan menjauhi ilmu yang tidak berguna, agar akal dan ilmunya tidak membahayakan dirinya.

Sumber buku : Ta'lim Muta'alim oleh Syekh Az-Zamuji

1 komentar: